Translator 2nd

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Follower

Sabtu, 17 Juli 2010

Jack's Wonderful Life

Jack's Wonderful Life

Disclaimer: yang bikin Harvest Moon bukan aku


Chapter 1:

Hari-Hari Membosankan


"Nah, mulai sekarang, rumah dan perkebunan ini menjadi milikmu. Rawatlah dengan baik agar ayahmu bisa tenang di alam sana." kata bapak tua itu padaku. "Kau mau kuantar melihat-lihat desa sekaligus berkenalan dengan para penduduk desa?" tanyanya. Hah? Males banget! Mendingan aku tidur di rumah aja, deh.

"Tidak perlu repot-repot, Paman. Terima kasih. Nanti aku pergi sendiri saja." kataku pura-pura ramah. Bapak tua itu pun meninggalkanku sendirian di rumah.

"Haaah..." desahku sambil mengangkat anjing kecilku. "Kehidupan desa yang sepi. Mengurus tanaman dan binatang. Kalau saja ayahku tidak memberiku wasiat, mana mau aku melakukan semua hal membosankan ini. Tapi setidaknya aku ditemani oleh kamu, Odi." aku menempelkan hidungku pada anjing baruku yang bernama Odi tersebut.

"Aaa... Ada makhluk aneh."

"Makhluk aneh!"

"Makhluk aneh!"

Hmm... Sepertinya aku mendengar suara. Kecil sekali suaranya, aku pun menengok ke arah datangnya suara.

"Aaaaahhh!" jeritku. Saking terkejutnya aku bahkan sampai tersungkur di tanah. Aku tak percaya atas apa yang aku lihat. Tiga kurcaci kecil berwarna merah, biru dan kuning ada di hadapanku sekarang. "Si... siapa kalian?" tanyaku ragu-ragu.

"Aku Flak." jawab kurcaci berbaju merah.

"Aku Nik." jawab kurcaci berbaju biru.

"Aku Nak." jawab kurcaci berbaju kuning.

"Kami adalah peri yang menjaga desa ini." jawab mereka bersamaan, "Namamu siapa?"

"A... aku Jack." jawabku dengan takut-takut.

"Nama yang bagus, Jack. Kami harap kau dapat mengelola perkebunan ini dengan baik." kata mereka, "Jika ingin mencari kami, kami tinggal di pohon dekat Spring. Sekarang kami pergi dulu." mereka pun pergi meninggalkan aku yang masih bengong karena tidak percaya bahwa aku telah melihat peri. Saat itu aku berpikir bahwa keadaan disini tidaklah seburuk apa yang kupikirkan.

'Guu~' perutku berbunyi minta diisi. Tapi aku tidak bisa memasak dan tak ada benda apapun disini yang bisa kumakan.

"Kaing... Kaing..." gonggong Odi, anjingku. Dia sedang berusaha mencabut rumput yang tumbuh di belakang rumahku.

"Hei! Kau lapar ya, Odi?" tanyaku, "Memangnya ini bisa dimakan?" aku membantunya mencabut rumput bernama mugwort itu dan kuberikan padanya. Dia terlihat sangat senang memakannya. "Enak?" tanyaku lagi.

"Guk! Guk!" hmm, aku rasa jawabannya enak. Aku pun menemukan sebuah mugwort lagi di dekat kandang ayam. Dengan terpaksa aku makan mugwort itu. Bentuknya seperti rumput hijau biasa dengan dua helai daun. 'Rasanya tidak terlalu buruk.' pikirku. Tapi tetap saja tidak bisa memuaskan rasa laparku.

"Nah, Odi. Sekarang ayo kita jalan-jalan di desa ini bersama." kataku sambil menggendong Odi keluar dari perkebunan.

"Guk!" gonggong Odi. Dia meloncat dari pelukanku.

"Kenapa? Kamu takut keluar dari perkebunan?" tanyaku.

"Guk! Guk!" dia menggonggong sambil mengangguk. Hmm... Mungkin Odi anjing rumahan, pikirku.

"Oke, Odi! Jaga rumah yang baik ya!" kataku dan dibalas dengan gonggongannya.

Untuk menyokong kehidupan sehari-hari, sepertinya aku perlu menanam sayur-sayuran di kebunku. Jadi sebaiknya aku pergi ke pertanian yang kulihat saat datang ke perkebunanku ini.

"Halo! Selamat datang! Ada perlu apa?" tanya seorang gadis di pertanian tersebut. 'Cantik sekali.' pikirku. Tak kusangka gadis desa ada yang secantik dia.

"Umm... Aku mau membeli bibit sayuran." kataku.

"Bibit sayuran apa?" tanyanya, "Oh! Hei! Aku baru pertama melihatmu. Kau penduduk baru, ya? Aku Celia, namamu siapa?" tanyanya lagi sambil menjulurkan tangannya.

"Aku Jack. Salam kenal Celia!" kataku membalas uluran tangannya.

"Hei! Minggir! Kau menghalangi jalanku!" seorang laki-laki berpenampilan kuno memutus uluran tangan kami. Jujur saja, aku merasa agak kesal.

"Hei! Maafkan Marlin ya, anak baru!" seseorang menepuk bahuku. Aku menengok. Terlihat di mataku ibu-ibu berukuran jumbo. "Dia memang kurang ramah." kata ibu-ibu jumbo tersebut.

"Oh. Tak apa." kataku.

"Aku Vesta. Pemilik pertanian ini. Kau ada perlu apa?" tanyanya.

"Dia mau membeli bibit sayuran, Vesta." kata Celia.

"Oh. Sebaiknya kau menanam bibit pohon buah-buahan saja. Lebih cepat kaya." katanya.

"Tapi aku membutuhkannya untuk makan sehari-hari, Bibi Vesta." kataku.

"Oh. Kalau begitu, belilah bibit tomat, semangka atau stroberi. Cocok untuk musim semi seperti ini." kata Vesta.

Aku pun memesan bibit yang dianjurkan Vesta dan segera pergi dari pertanian itu untuk menanamnya di kebunku.

##########

"Haaahhh..." keluhku. Ya, ya, aku memang orang yang suka mengeluh. Apalagi dalam kondisi yang membosankan begini. Sudah lima hari aku hidup seperti ini. Menyiram tanaman, mengurusi sapi, bermain bersama Odi lalu tidur sampai sore, menyiram tanaman lagi, mengurusi sapi lagi, bermain bersama Odi lagi. Sangat sangat membosankan. Aku menghidupkan TV tapi semua acaranya membuatku bosan. Temanku hanya Celia dari pertanian. Teman? Ha! Aku hanya bertemu sekali dengannya saat membeli bibit sayuran itu saja kok.

"Guk! Guk!" Odi menggonggong. Aku pun keluar dari rumahku.

"Oh! Somebody help me!"

Aku pun pergi ke asal suara dan melihat seorang gadis pirang sedang terpojok di kandang sapi karena digonggongi Odi.

"Piwit!" kataku memanggil Odi, bukan sedang menggoda gadis itu, lho. "Maaf, kamu tidak apa-apa?" tanyaku pada gadis itu.

"Ah, aku tidak apa-apa." jawabnya dengan wajah yang memerah. Ha? Memangnya apa yang kulakukan sehingga membuat wajahnya memerah. "Uh. Aku pulang dulu, nanti aku datang lagi." katanya mengundurkan diri. Aku hanya bisa sweatdropped. 'Mau apa sebenarnya dia kesini?' pikirku. Tapi dia lumayan cantik juga.

##########

"Huam!" jam menunjukkan jam sembilan pagi dan aku baru saja bangun tidur. Mungkin aku adalah petani paling malas di dunia ini. Dengan berat hati aku melakukan aktifitas membosankan yang kujalani tiap hari.

"Jack!" seseorang memanggilku. Paman Takakura.

"Kau sudah berkeliling desa? Kata para penduduk desa yang kukenal, mereka tidak mengenalmu." tegur Takakura.

'Aduh!' pikirku. Aku sebenarnya sangat malas bersosialisasi, kecuali dengan gadis-gadis cantik, tentunya. Asal tahu saja, aku ini dikenal sebagai womanizer saat SMA dulu. "Oh, maaf Paman. Aku terlalu sibuk mengurusi pekerjaan di kebun." kataku bohong.

"Jangan terlalu serius, Jack. Sesekali bersosialisasilah pada penduduk desa." ceramahnya. Ah, aku paling malas mendengar ceramah. "Asal kau tahu saja, Jack. Bila kau dekati para penduduk desa itu, mungkin mereka akan memberimu item-item langka." bisiknya padaku.

"Masa sih, Paman?" tanyaku tak percaya.

"Coba saja kau buktikan sendiri. Sudah ya, aku mau pergi dulu." pamit Paman Takakura padaku.

"Hmph..." tawaku. Mulai sekarang sepertinya aku punya kegiatan baru. Proyek 'mengambil hati para penduduk desa agar mereka suka padaku' atau bisa juga disebut 'mengambil hati para penduduk desa agar aku diberi hadiah barang langka.'

-To be Continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar